Pages

Minggu, 08 Januari 2012

Cerpenku "Harapan Abadi"

Harapan Abadi
Pagi yang indah ketika ayam jantan berkokok, burung – burung kecil pun terbang kesana kemari dengan bersiul riang. Di suatu desa kecil yang damai jauh dari kebisingan kota, di sebuah rumah sederhana hidup seorang anak laki –laki periang dan pandai yang tinggal bersama ibunya. Ayahnya meninggalkan ibunya untuk kembali ke kota karena ayahnya memang berasal dari kota. Beberapa tahun yang lalu ayahnya yang saat itu belum mengenal ibunya mendapat tugas sementara di desa itu. Ayahnya pun jatuh cinta pada ibunya dan menikahinya. Akan tetapi setelah masa tugasnya berakhir, tanpa tanggung jawab ayahnya meninggalkan ibunya yang tengah hamil tua.
          Ibunya membesarkan anaknya dengan penuh sabar dan kasih sayang. Anak itu diberi nama Harapan Abadi. Memang terdengar aneh tetapi ibunya sungguh sangat berharap anaknya akan menjadi harapan bagi setiap orang dan akan memberikan jasa abadi bagi dunia. Ya Harapan akan menjadi harapan ibunya, tentu saja.
“kring….!!!! Kringg…!!!! KRING…!!!!!” dering jam waker itu berisik
“oke wakerku sayang aku bangun ya..!! huaaaaaaa” dengan mata berat Harapan bangun di pagi yang gelap, ya maksudnya subuh.
          Segera ia pergi berwudu dan salat, Harapan adalah anak yang soleh tentu saja. Sementara sang ibu telah menyiapkan sarapan untuknya.
“ibuku sayang” nada merayunya sungguh membuat ibunya geli
“ya anakku tercinta” jawab ibunya menggoda
“Ehmm ibu, hari ini aku akan berangkat ke sekolah baruku di Jakarta, ya karena beasiswa itu, aku mohon doa restumu”
“anakku ibu akan selalu mendoakanmu, semoga kau dapan sukses dan membanggakan ibumu yang sudah tua ini”
“walaupun tua tetap cantik kok” Harapan lagi – lagi menggoda ibunya.
          Ia tahu bahwa sekolahnya kali ini akan berat karena akan terpisah jauh dari ibunya. Sekolah itu sekolah asrama dengan peraturan yang ketat, tentu saja semua anak orang kaya kecuali dirinya yang hanya mengandalkan beasiswa menurutnya.
“tapi bu…” ia memulai pembicaraan lagi, “aku tak akan kembali sebelum sekolahku ini selesai mungkin akan memakan waktu, ya 3 tahun”
“ anakku berjuanglah ibu pun akan berjuang untukmu” dengan senyum sumringah diwajahnya dengan menatap wajah anaknya itu. Maklum mereka tak pernah berpisah selama itu sebelumnya.
“ya” harapan menjawab denga mata memerah.
          Ternyata bersekolah ditempat itu sungguh tidak menyenangkan bagi Harapan. Walaupun tempat itu sangat bagus dan fasilitas yang memadai. Ia selalu dikerjai teman – temannya. Dengan penampilannya yang kuno, kaca mata  tebal serta baju yang lusuh, ia  selalu menjadi bahan olok – olokkan temannya. Tak satu pun mau berteman dengannya. Tak terkecuali Ika, gadis cantik baik dan pandai itu pun tak berminat berteman dengan Harapan walaupun sesungguhnya ia merasa kasihan.
          Suatu pagi di kelasnya teman – teman Harapan tengah berbincang – bincang dengan bercanda tawa. Tiba – tiba salah seorang diantaranya yang bernama Guna berkata, “ eh kita kerjain si Harapan ancur itu yuk, hihihi aku lagi bosan nih” . ya begitulah teman – teman memanggilnya, Harapan Acur mereka menganggap ia tak pantas denga nama itu. “good idea!! Setuju!” saut salah seorang temannya. Ika tampak tak suka tapi hanya mangut – mangut melihat teman –temannya. “eh tu si Harapan, yuk diem, hihihi rasain lu Har” desis Santa yang sangat membenci Harapan karena memperoleh peringkat pertama sedang ia hanya diperingkat ketiga dibawah Ika.
“DUK…..!!!!” terdengar bunyi Harapan yang terjatuh disandung kaki Santa
“rasain lo…! Mampus…!” teriak Santa sambil tertawan terbahak – bahak
Ika sudah tak tahan dengan sikap teman – temannya. Kemudian ia berdiri dari bangkunya berputar dan berjalan kearah Harapan. Tanpa diduga ia menjulurkan tangannya pada Harapan dan membantunya berdiri, “kamu tidak apa -  apa?”dengan lembut dan senyum mengembang diwajahnya. Ia tahu Harapan anak baik, dan kita harus menolong sesama iya kan?.
          Harapan memandang Ika dan tersenyum.´” kau baik” bisiknya pada Ika. Ika membalas senyum itu dengan tulus, “kau juga” balas Ika. “terimakasih” jawab Harapan. Ia segera menuju bangkunya kemudian bersiap memulai pelajaran.
          Dikamarnya Ika berbaring ditempat tidur sambil mimikirkan sesuatu. “Harapan itu anak baik, dan tek sepantasnya teman – teman mengejeknya. Menyesal selama ini ikut memusuhinya. Dan ah Harapan cukup tampan” Ika tersenyum geli mendengar perkataannya sendiri. “sudahlah, kok aku jadi ngawur gini, mending tidur ajalah” Kemudian ia mematikan lampu dan terbenam dalam mimipinya.
          Sementara Harapan memikirkan hal yang sama seperti Ika. “Ika baik dan pandai, cantik lagi, tak pantas berteman dengan ku, tapi bukankah teman tak pilih – pilih”gumamnya. Kemudian ia pun tertidur dengan ngoroknya.
          Hari demi hari berlalu, dengan kebaikan hati Ika dan ketulusan Harapan mereka berteman baik, atau sahabat karib. Mereka lebih sering tampak berdua. Belajar bersama, bahkan mereka di tahun ajaran baru duduk sebangku. Tak sedikit aral melintang yang mereka hadapai. Ada saja teman yang sirik atau pun gosip tak sedap tentang mereka, ya seperti mereka berpacaran. Padahal mereka saling menyayangi seperti saudara.
“Ika” tiba tiba Harapan mengagetkan Ika yang sedang menulis disebelahnya.
“ya kenapa Har ??” jawabnya sedikit penasaran
“kenapa kau mau berteman padaku? Padahal kau tahu aku…” Harapan tak dapat melanjutkan perkataannya karena langsung dipotong  oleh Ika.
“menurutmu? Aku tulus menjadi sahabatmu, kau tahu? Mereka tak dapat melihat sisi baikmu” jawab Ika sambil melontarkan senyum
“ya, terimakasih Ka, setelah ini aku akan pulang kampung dan mungkin menetap disana. Terimakasih dalam 2 tahun terakhir kau mau menjadi sahabatku. Semoga kita dapat terus bersahabat” Harapan tampak sedih dengan perkataannya terlebih lagi memandang sahabatnya itu.
“Har, aku yakin kita akan menjadi sahabat selamanya. Teman selamanya” Ika tersenyum sambil mengacungkan jari kelingkingnya sebagai janji persahabatan mereka. Harapan pun menyambutnya. Mereka tersenyum bahagia.
          Setelah saat itu, hari kelulusan bagi mereka dan perpisahan bagi Harapan dan Ika. Mereka saling melepas perpisahan dengan senyum. Ika kembali ke rumah keluarganya di Surabaya dan harapan kembali pada ibunya tercinta di Bengkulu. Hari demi hari berganti bulan, bulan demi bulan berganti tahun seiring waktu terus berjalan mereka tetap saling berkomunikasi lewat surat. Persahabatan yang tak pernah usai.
          Tak terasa kini Ika telah menjadi seorang dokter anak yang sukses . Harapan tahu Ika sangat menyayangi anak – anak dam mempunyai jiwa social tinggi. Sedangkan Harapan, kau tahu??? Ia telah menjadi seorang direktur disebuah perusahaan swasta terkemuka di Indonesia. Berkat jerih payah dan usaha serta doa kini ia telah menjadi pengusaha sukses.
          Ketika sedang asyik menonton tiba – tiba ada liputan tentang seorang pengusaha sukses Harapan, Harapan Bangsa judul perbincangan itu. Ketika salah satu pertanyaan di ajukan oleh pembawa acara itu, “ apakah anda memiliki seseorang yang mampu membangkitkan semangat anda untuk bisa menjadi seperti ini?” Tanya pembawa acara itu. Cukup lama Harapan berfikir kemudian menjawab pertanyaan itu dengan mata berkaca – kaca. ”ya ada, dia adalah sahabat baik saya, dia yang membangkitkan semangat saya untuk memulai segalanya dari nol hingga saya seperti saat ini. Dia bahkan hanya satu – satunya orang yang mau berteman dengan saya saat itu. Saya sangat berterimakasih padanya, dia memberikan harapan baru untuk bangkit. Ia sekarang telah menjadi dokter yang sukses. Oleh karena itu putri saya satu –satunya saya beri nama seperti namanya Ika, Ika Cahya Abadi. Terimakasih Ika, kau sahabat terbaikku”
          Ika tak dapat melanjutkan menonton Karena terharu, matanya telah basah oleh air mata. Ia tersenyum bangga pada sahabatnya itu. “Harapan kau telah mewujudkan harapan semua orang” sambil mengusap air matanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Mi perfil

Foto Saya
Nadya Purwanty
Vielen Dank für Ihren Besuch auf meiner Blog
Lihat profil lengkapku

Followers